Senin, Mei 18, 2009

Tak Kan Kulakukan Segalanya Untuk Cinta!!!

“Rose, aku cuma mau kasih tau kamu kalau Pak Ricky baru aja jadian sama….”
Suara dari speaker telepon genggamku tak lagi terdengar. Sesaat. Hening.
“Merliana. Ehm… Maaf, Rose! Tapi semenjak kamu lulus Merliana tak henti-hentinya mendekati Pak Ricky. Aku ga tau jelas apa penyebab hubungan mereka bisa sampai sejauh ini. Mungkin Pak Ricky…. Halo?! Rose?! Kamu masih disana kan?! Halo?! Rose?!”
Braakkk!!! Sekuat tenaga kulemparkan telepon genggamku ke lantai hingga hancur berkeping-keping.
Kenapa?! Entahlah! Kabar yang baru saja kudengar membuat darah di seluruh tubuhku serasa mendidih dan memenuhi kepalaku. Panas. Sangat panas. Selanjutnya aku tidak dapat mengendalikan diriku lagi. Ricky. Merliana. Hanya 2 nama itu yang terus bergantian menggema di rongga kepalaku.
Tanpa sadar aku berlari, berlari dengan cepat, dan terus berlari. Berlari ke Gedung SMU lamaku yang letaknya lumayan jauh dari kampusku. Aku tak peduli apapun. Aku hanya ingin bertemu Ricky. Saat ini juga. Dan memperingatkannya untuk menjauhi Merliana. Karena gadis itu yang dengan cara liciknya telah memisahkan aku dan Ricky.
* * *
Aku mengenal Ricky 5 tahun yang lalu, saat ia memaksaku membantunya membersihkan Laboratorium Biologi. Ya. Dia adalah guru yang mengajar pelajaran Biologi di SMU ku. Meskipun guru usianya hanya 4 tahun lebih tua dariku dan masih sendiri. Awalnya aku tidak menyukainya, sama seperti murid-muridnya yang lain. Murid-murid men-capnya sebagai guru paling tampan saat pertama kali bertemu, tapi setelah itu tidak ada satupun pujian baik untuknya. Dingin, galak, kejam, dan tidak mau berkomunikasi dengan siapapun di sekolah itu, termasuk rekan seprofesinya. Tapi ternyata sikapnya tidak seperti itu padaku, malah sebaliknya.
Hari berganti hari keakraban pun tumbuh diantara kami. Hanya sebatas akrab. Berawal dari keakrabannya denganku, aku berusaha merubah image nya di depan semua orang dan berhasil. Haha, ternyata dia hanya grogi karena belum terbiasa menghadapi orang banyak yang tidak dikenalnya.
Ditahun kedua keakraban kami, dia bukan lagi guru yang dibenci. Malah begitu banyak gadis yang mengelilinginya, Murid perempuan maupun guru perempuan yang masih lajang. Hubungan kami pun tak lagi sekedar keakraban antara guru dan murid tapi sepasang kekasih. Meskipun kami tidak saling mengungkapkan perasaan kami, tapi kami tahu perasaan kami masing-masing.
Hubungan ini kami jaga rapat-rapat, jangan sampai pihak sekolah mengetahui. Karena statusnya sebagai guru dan statusku sebagai murid dengan prestasi cukup memuaskan. Jika ketahuan terlibat hubungan percintaan, resikonya berat. Dia bisa dipecat sebagai guru, dan bukan tidak mungkin aku pun dikeluarkan.
Ditahun terakhirku sebagai murid SMU, muncul seorang murid baru yang sepertinya mencium rahasia kami. Dialah Merliana, gadis dengan sorot mata yang tajam dipadukan dengan senyuman yang manis. Dia begitu lihai memainkan lidahnya. Sangat menarik. Sampai-sampai ia bisa berada diantara aku dan Ricky tanpa membuat kami curiga. Dalam pikiranku ia hanya seorang gadis yang butuh teman, mungkin Ricky juga berpikir seperti itu.
Tapi ternyata perkiraanku salah. Saat waktuku bersama Ricky menipis karena kesibukanku menjelang ujian akhir. Ricky lebih sering menghabiskan waktunya bersama Merliana. Dan entah apa yang mereka obrolkan setiap saat, berdua. Tapi yang aku tahu perlahan hubunganku dan Ricky merenggang tanpa alasan yang jelas. Dia seringkali melemparkan tatapan benci padaku, bahkan tidak lagi membiarkanku masuk keruangannya. Sampai masa sekolahku ditempat itu berakhir, ia tidak sekalipun menghiraukanku.
Beberapa waktu kemudian aku bertemu Arindi. Gadis hitam manis berambut ikal itu, meminta maaf padaku. Ternyata dia adalah sahabat Merliana yang juga satu kelas dengan Merliana. Arindi tidak suka dengan perbuatan Merliana tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menceritakan semua siasat Merliana untuk memisahkanku dan Ricky dari awal sampai akhir. Sampai saat ini kabar tentang Ricky yang disampaikan Arindi menjadi pelepas rindu setiap kali aku teringat kenanganku bersama Ricky. Dan akan terus seperti itu sampai Arindi menyelesaikan sekolahnya.
Tapi kali ini, tidak cukup hanya dengan berdiam diri setelah mendengar kabar Ricky yang baru saja disampaikan Arindi. Aku harus menemui Ricky. Pertemuan pertama setelah hampir 2 tahun aku meninggalkan sekolah itu.
* * *
“Kamu mau apa kesini?!” Arindi menghadangku di depan pintu gerbang sekolah dengan wajah memerah karena marah.
“Menemui Ricky! Minggir!”
“Aku kasitau kamu bukan untuk mengganggu hubungan mereka!”
“Ndi, aku pernah bersumpah. Siapapun boleh, asal jangan dia! Ga boleh dia! Dia yang telah menghancurkan hubunganku dan Ricky. Dan kamu juga kan yang bilang kalo pacar Meliana tuch dimana-mana. Sedikitpun dia bukan gadis yang baik buat Ricky. Aku ga rela kalo mereka jadian!”
“Kamu ga boleh menemui Pak Ricky! Bagaimanapun juga Meliana sahabatku, dan aku ga akan mengkhianatinya lebih jauh lagi!”
“Kamu ga mau melihat sahabatmu membuat kesalahan kan?! Kamu tahu kan maksud Meliana membina hubungan itu bersama Ricky. Dan tidak perlu dijelaskan lagi kalo Ricky hanya menjadi korban kebenciannya padaku. Aku tidak ingin Ricky terluka! Aku harus menyadarkannya!”
“Apapun alasan kamu, kamu tetap ga berhak mengganggu hubungan mereka!”
“Begitupun dengan Meliana, 2 tahun yang lalu dia juga ga berhak memisahkanku dengan Ricky. Apa salahnya jika sekarang aku sedikit membalas perbuatannya?! Aku ingin yang terbaik buat Ricky meskipun yang terbaik itu bukan aku. Jangan halangi aku!”
Aku mendorong tubuh Arindi sampai nyaris terjatuh dan dengan cepat melangkah masuk ke gedung sekolah.
* * *
Aku masuk tanpa permisi ke ruang Lab. Biologi tempatnya menghabiskan waktu. Tak peduli meskipun saat itu ia sedang sibuk mengajar murid-muridnya.
“Apa yang kamu lakukan disini?!”
Setelah melihat kemunculanku yang tiba-tiba, dengan sigap Ricky berdiri dari bangkunya dan menarik tanganku untuk segera keluar.
“A… aku ga mau kamu terluka! Ja… jadi tolong akhiri hubungan kalian!” ucapku terbata-bata. Ternyata setelah hampir 2 tahun tidak bertemu hati ini tetap berdebar-debar saat berbicara dengannya. Bahkan lebih dari yang pernah kurasakan saat menghabiskan waktu bersamanya dulu.
“Hubungan apa???” tanya Ricky sambil menahan tawanya dengan tampang serius.
“Lho?! Kok malah tanya hubungan apa?! Ya, hubunganmu dengan Meliana!” tegasku kesal.
“Huahahahhahaha….”
Tawa Ricky tiba-tiba meledak. Tawa seperti tawa yang selalu kulihat saat masih bersamanya. Tawa apa adanya yang dulu hanya diperlihatkannya padaku. Sejenak aku terbuai dengannya. Ada rasa ingin memeluknya. Tapi, ini ga lucu!
“Cukup!!! Jangan tertawa lagi!!!” teriakku marah.
Kemarahanku seketika menghentikan tawanya dan wajahnya kembali terlihat serius.
“Aku datang kesini bukan untuk melihatmu mentertawaiku! Aku cuma mau kamu tahu siapa Meliana yang sebenarnya. Dia adalah orang yang….”
“Membuatku melakukan kesalahan terbesar dengan meninggalkanmu tanpa alasan. Aku tahu itu!”
“Kalau kamu sudah tahu kenapa kamu tetap menjalin hubungan dengannya?!”
“Hubungan apa?!” tanya Ricky sambil kembali tertawa. “Aku tidak pernah mengganti posisimu dihatiku dengan gadis manapun!”
“Jadi yang dikatakan Arindi padaku?!”
“Selama ini aku mendekati semua murid satu persatu hanya untuk mencari tahu tentang kamu yang selama 2 tahun tidak bisa aku temui, yang suaranya saja tidak bisa aku dengar. Akhirnya aku menemukan kabar tentangmu dari Arindi. Aku tahu semuanya dari awal kejadian 2 tahun yang lalu sampai keadaanmu sekarang dari Arindi. Awalnya aku cukup senang, kerinduanmu padamu cukup terobati. Tapi aku sangat ingin bertemu denganmu. Aku sudah berusaha menemuimu, menghubungimu, tapi kamu tidak pernah sekalipun menghiraukanku. Karena itu aku minta pertolongan Arindi untuk mencari cara agar kamu datang padaku”
“Jadi kamu dan Arindi menjebakku?! Iya?!”
“Kalo tidak dengan cara ini apa kamu mau datang padaku seperti ini?! Kalo tidak dengan cara ini apa kamu mau sekali saja mendengar penjelasanku?! Kalo tidak dengan cara ini mengangkat telepon dariku saja kamu tidak akan sudi kan?! Iya kan?!”
Aku tersenyum puas. Lega. Aku tahu aku baru saja dibohongi. Tapi ini berita baik buat ku. Kenyataannya tidak seperti yang sejak tadi kubayangkan. Tidak ada Merliana. Tidak ada siapapun. Aku senang.
“Jadi kamu dan Meliana ga ada hubungan apa-apa?!” tanyaku sambil tersenyum.
“Lebih dari itu. Bahkan aku sudah tidak pernah melihatnya lagi. Dia sudah lama pindah sekolah, entah kemana. Arindi, sahabatnya pun tidak tahu dimana dia sekarang. Karena itu, Rose, temani aku mengajar disini seperti dulu lagi. Menghabiskan waktu berdua, hanya kita berdua”
Aku menunduk diam. Kenyataan bahwa tak sekalipun ia melupakanku membuatku sedikit tersentuh. Aku merasakan airmataku mulai membasahi pipiku ketika aku sadari pelukannya mendarat di tubuhku. Dia memelukku. Pelukan yang sangat kurindukan bersamaku sekarang.
“Maafkan aku, Rose! Aku memang bodoh! Aku sangat bodoh! Bisa-bisanya aku mempercayai ucapan Meliana tentang kamu. Padahal seharusnya aku mempercayaimu. Seharusnya aku percaya kalo kamu tidak seperti yang ia katakan. Rose, aku memang ga pantas mendapatkan kata maaf darimu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa selama ini aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu.
Didalam pelukannya yang begitu hangat, untuk pertama kalinya aku mendengar kata cinta darinya. Kata yang selalu aku nantikan dalam setiap detik waktu yang kulalui bersamanya. Tapi itu dulu, saat aku masih meyakini dia tidak akan meninggalkanku apapun yang terjadi.
Segera aku mendorong tubuh Ricky agar melepaskan pelukannya.
“Maaf, Ricky! Tapi seharusnya kamu katakan itu 2 tahun yang lalu. Bukan sekarang! Kamu tinggal kenangan untukku. Aku ingin melihatmu bahagia. Tapi tidak denganku”
“Kamu ngomong apa sih, Rose?!”
“Aku juga mencintaimu, Ricky. 2 tahun aku mencoba melupakan rasa itu, tapi rasa itu tidak juga hilang. Sampai saat ini aku tetap mencintaimu. Tapi aku bukan pejuang cinta. Cintaku memang tidak pernah mati, mungkin akan ada untuk selamanya. Sayangnya aku sudah lama membunuhmu dalam hatiku. Tidak lagi aku mengharapkan keajaiban untuk dapat kembali padamu. Maaf, Ricky! Seberapapun inginnya kamu kembali padaku, itu sudah tidak mungkin. Karena disini, dihatiku sudah tidak ada lagi tempat untukmu”
“Tapi, Rose….”
“Rose!!!”
Seorang pria berlari kearah kami. Tangannya menenteng tas ransel cantik berwarna hitam. Tas ransel milikku yang kutinggalkan di taman kampus setelah menerima telepon dari Arindi.
“Steve! Kamu kok bisa tau aku ada disini?!” tanyaku sambil tersenyum sumringah menyambut kedatangannya.
“Kamu kemana aja sih?! Aku kan sudah bilang, tunggu aku di taman! Saat aku sampai disana yang tersisa tinggal tas dan serpihan hand phone kamu ini” protes Steve sambil menunjukan serpihan hand phone Nokia kepadaku.
Aku membalas ocehannya dengan senyum nakal tanpa dosa sambil mengambil kembali tas ranselku yang bertengger manis dibahunya.
“Rose, 1 jam lagi kita harus berangkat. Kamu masih lama?”
Tiba-tiba Steve melirik ke arah Ricky yang berada di belakangku.
“Dia….”
“Oh, Steve! Dia Ricky, mantan guru Biologi ku disini” ucapku basa-basi, padahal aku tahu Steve pasti bisa menebak siapa dia dari ceritaku selama ini. Yah, entah kenapa aku tidak bisa menyembunyikan apapun darinya, termasuk masalahku dan Ricky. “Ricky, ini Steve, dia….”
Bibirku kelu. Sanggupkah aku berpisah dengan cara ini. Ricky, baru saja aku mengucap ingin melihatmu bahagia. Tapi apa dengan cara ini kamu akan tersenyum bahagia. Oh, aku ragu. Padahal aku telah memutuskan untuk menanggalkan cinta ku pada Ricky, beberapa menit yang lalu. Tapi kenapa tiba-tiba aku ragu.
“Rose, tidak ada kata terlambat untuk memilih! Hanya kamu yang berhak menentukan jalan hidupmu sendiri! Jika pilihan terakhirmu bukan aku. Aku rela melepaskanmu. Demi cintaku padamu”
Demi cintamu padaku?! Kamu rela melepaskan aku?! Kamu rela aku memilih Ricky?! Benarkah?! Steve?! Apa aku tidak salah dengar?!
Aku menatap wajah Steve. Air mukanya begitu cerah namun sekilas ada kesenduan dibalik senyumannya. Tak dapat kutahan lagi air mataku, saat melihat ketulusan itu. Cinta yang tulus di wajah Steve.
“Terima kasih, Steve!”
Kubelai rambut pirang kecoklatannya. Kukecup kedua belah pipi Steve. Hangat. Namun saat itu pula kulihat airmata membasahi pipi lembut itu. Airmata yang keluar dari bola mata biru miliknya yang telah bercampur dengan airmataku.
Setelah kukeringkan airmatanya dengan jemariku. Aku menghampiri Ricky yang sejak tadi membisu, namun terukir jelas kemenangan diwajahnya. Ia tahu aku akan berubah pikiran. Tapi tidak!
Aku meraih kedua tangan Ricky, menggenggamnya dengan erat. Seerat mungkin.
“Ricky, aku tidak akan pernah bisa melupakan hari ini. Kata cinta darimu. Juga kebohongan yang membuatku berada disampingmu sekarang. tapi, bersediakah kamu mengucapkan apa yang baru saja Steve ucapkan?!”
“Aku ga akan lepasin kamu lagi, Rose! Ga akan pernah!” tegas Ricky yakin.
Segera aku menarik Ricky ke dalam pelukanku. Memeluknya dengan pelukan terhangat dari semua pelukan yang pernah aku berikan padanya.
“Aku mencintaimu Ricky!”
Aku mempererat pelukanku. Karena ini pelukan terakhir dariku.
“Aku sangat mencintaimu Ricky!”
Dan ini adalah kata cinta terakhir dariku.
“Aku juga, Rose! Mencintaimu lebih, lebih dari segala-galanya di dunia ini!” balas Ricky.
“Tapi aku ingin hidup bersama Steve. Selamanya. Dia calon suamiku, Ricky. Dia menjagaku dengan cintanya selama ini. Meskipun dia ingin menyerahkanku padamu, tapi aku tidak akan meninggalkannya. Karena aku yakin, hanya bersamanya aku akan hidup bahagia. Relakan aku, Ricky!” ucapku sambil melepaskan pelukanku.
“Rose, kamu pasti bercanda kan?! Aku yakin kamu hanya mencintaiku. Dan kamu tidak mencintainya. Kamu ga mungkin bahagia hidup bersamanya!”
“Jangan bicara lagi, Ricky! Bukannya aku ingin membalas perbuatanmu padaku 2 tahun yang lalu. Bukan! Aku memang tidak mencintai Steve. Tapi aku yakin, Steve tidak akan membuangku hanya karena hasutan gadis lain. Seperti yang kamu lakukan padaku. Saat ini aku tak punya hati untuk meninggalkannya hanya untuk memilihmu”
“Rose….”
“Hari ini aku akan ikut Steve ke Inggris. Minggu depan kami akan resmi menjadi suami istri. Setelah itu kamu tidak akan menemukanku lagi di Indonesia. Jadi lupakan aku. Seperti aku yang akan melupakan rasa cintaku padamu mulai detik ini. Selamat tinggal, Ricky!”
* * *
“Rose….”
Steve menarik tanganku dan berusaha menghentikan langkahku yang hendak menuju sedan milik Steve yang terparkir dekat gerbang sekolah.
“Tadi kan kamu bilang kalo 1 jam lagi kita berangkat. Ini udah lewat 1 jam lho!”
“Kamu serius ga mau kembali sama dia?!”
“Jadi kamu ga mau nikah sama aku?!” protesku sambil cemberut. “Ya udah, pulang sana ke Inggris! Dan jangan cari aku lagi!”
Aku melangkah melewati mobilnya menuju jalan raya.
“Rose, kamu mau kemana?!”
“Kemana aja!”
“Tapi kamu kan ga punya siapa-siapa lagi disini!”
“Makanya jangan buang aku! Aku kan sudah meninggalkan cintaku hanya demi kamu!”
“Aneh! Ya udah, ayo masuk ke mobil!”
Aku tidak aneh. Hanya saja aku tidak akan melakukan segalanya untuk cinta. Karena apa?! Karena Steve adalah jawaban dari doaku pada Sang Pencipta. 3 tahun yang lalu, saat Ricky meninggalkanku dan aku merasa aku tak lagi punya harapan untuk kembali bersamanya, aku berdoa pada Tuhan.
“Tuhan, aku mohon turunkanlah malaikat yang paling mencintaiku dalam wujud yang nyata! Maka apapun yang terjadi, aku tidak akan lagi mengharapkan cinta dari seorang pria bernama Ricky”
Dalam doa itu aku bersumpah, jika terkabul aku akan melupakan Ricky. Dan ternyata dalam waktu singkat doa itu terkabul, atau memang Tuhan telah menyiapkannya untukku. Entahlah. Yang kutahu dan kuyakini. Steve adalah malaikat yang Tuhan turunkan untukku. Malaikat yang paling mencintaiku. Bahkan rela berkorban demi kebahagiaanku. Dan aku tidak boleh mengecewakannya.
“Kalo memang kamu memilihku, kenapa harus melakukan adegan seperti tadi?! Atau kamu sengaja ingin membuatku menangis?!”
“Diam! Ga usah dibahas!”
Suatu hari, entah kapan?! Aku yakin. Aku pasti jatuh cinta padanya.
~ TamaT ~

created by, Ressa Novita (Ocha)

Tidak ada komentar: