Aku berjalan diantara celah-celah kebisingan kota. Ruang sempit dan kumuh dengan dengan kebebasan didalamnya. Tempat dimana kepuasan dan kesenangan telah ditinggikan. Begitu banyak aku melihat. Seolah arena kehidupan ini dimulai tanpa nyanyian Tuhan. Mereka terkekang dalam tangan iblis yang mereka masuki, dengan alasan sebagai balasan atas kemiskinan dan kesengsaraan yang mereka dapatkan selama ini. Dan mereka terkutuk di bawah jahanam kaki iblis yang mereka sembah.
Mereka tidak tahu kapan akhir dari semua ini. Tapi sesungguhnya mereka tahu, inilah jalan yang kelak akan berakhir di lautan api neraka.
Kemudian aku berjalan diantara bangunan-bangunan megah yang mewah. Ruang gemerlap berlapis emas dan permata. Tempat dimana kuasa dan harta telah diutamakan. Begitu banyak aku mendengar. Mereka memuja iblis dibalik nyanyian Tuhan yang mereka senandungkan. Mereka terbuai dalam mimpi-mimpi indah yang mereka buat sendiri. Dan mereka tertawa setiap saat atas kemenangan yang mereka dapat dari kekuatan tangan-tangan kasar mereka.
Mereka tahu dan bisa membedakan antara baik dan buruk. Tapi mereka tidak mau tahu. Baik dan buruk tidaklah berbeda demi kebahagian yang mereka inginkan.
Dan akupun berjalan diperbatasan. Jalan diantara celah-celah kebisingan kota dan bangunan-bangunan megah yang mewah. Disanalah segala kepuasan dan kesenangan serta kuasa dan harta. Terpaksa ditanggalkan. Begitu banyak aku merasakan. Tangisan pedih hamba-hamba yang berdosa, memohon ampun pada Yang Kuasa. Disanalah semua tangan dan kaki iblis melepaskan mereka.
Mereka berdoa menyebut nama Tuhan beribu-ribu kali banyaknya. Dan menyalahkan iblis atas kesesatan mereka selama ini. Namun hanya tersisa sedikit waktu untuk mereka menyesali. Sebelum tiba saatnya untuk mereka, menanggalkan nafas dan jiwa mereka. Sebagai penantian baka yang akan menuntut sebuah pertanggungjawaban, atas gemerlapnya hidup bersimbah dosa yang pernah mereka jalani.
Puisi By, Ressa Novita (Ocha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar